MAKA
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah
Allah, yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya. (QS ar-Ruum [30]: 30).
Sesuai fitrah,
kita lahir ke dunia ini tanpa dibebani dosa apa pun. Kita tidak pesan untuk
terlahir menjadi manusia. Dan salah satu hal yang paling fitrah di antara
karunia Allah yang ada adalah kita membutuhkan dan menuhankan sesuatu. Dan
bagi yang benar, maka dia berhasil menuhankan Allah Azza wa Jalla.
Maka, orang
yang kembali ke fitrah itu tiada lain adalah kembali menuhankan Allah.
Karena, setiap kali kita menuhankan sesuatu selain Allah, kita akan
diperbudak oleh yang kita Tuhankan, dan juga kita akan menjadi sangat
terhina. Karena posisinya begini: Allah pemilik semesta alam, menciptakan
kita selaku hambaNya. Kita hamba Allah. Dan untuk membuat kita efektif
menghamba kepada Allah, maka Allah menciptakan dunia dan semua yang ada di
dalamnya. Dengan kata lain, dunia ini adalah sarana yang dapat kita gunakan
untuk semakin mendekatkan diri kepadaNya.
Ibadah
Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan
jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini, karena itu
semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi
melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfiyah
Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa, kalau dosa itu kita ibaratkan
seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi,
bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi.
Dengan
demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya
sekadar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan
berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian
jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga
satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima cabang beberapa
waktu kemudian. Dalam kaitan dosa, sebagai seorang muslim jangan sampai
kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi kalau mati dalam
keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka
sangat besar risiko yang akan kita hadapi di hadapan Allah SWT.
Ibadah shaum
Ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan
minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok
semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan
ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut
Allah dan RasulNya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, kehidupan
ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram,
tak ada lagi haq dan batil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas
atau sopan dan tidak. Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal
itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan
sebagainya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan
kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena
mereka tidak diberi potensi akal.
Dengan
demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan
latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justru tidak hanya terletak pada
amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat
penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai
dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang. Semoga Allah SWT
menetapkan kita dalam kesucian lahir maupun batin, amin. Wallahu alam.
(Sumber : http://www.indomedia.com/sripo)
0 komentar:
Posting Komentar